Telur dihasilkan oleh hewan betina dari berbagai spesies baik
burung, reptil, amfibi atau ikan. Telur telur burung dan reptil terdiri dari
lapisan pelindung kulit telur (egg shell), putih telur (albumen) dan kuning
telur (vitellus, egg yolk). telur yang umumnya dikonsumsi adalah telur ayam,
bebek dan ikan.
Telur terbagi dalam 4 bagian, yaitu:
- kulit
(10%)
- membran
- albumen
atau putih telur (60%)
- kuning
telur (30%)
Dari struktur telur disamping dapat digunakan sebagai acuan
ciri-ciri telur yang mengalami penyimpanan dalam waktu lama, yaitu :
- rongga
udara membesar; semakin lama telur disimpan, maka rongga udara akan
semakin membesar akibat berkurangnya kadar air pada putih dan kuning
telur.
- bercak-bercak
pada kulit telur karena penyebaran air yang tidak merata.
- kuning
telur bergeser karena kalaza (tali pengikat kuning telur agar tetap berada
di tengah) mulai terlarut.
- penurunan jumlah putih telur karena serat glikoprotein ovomicum pecah.
- penambahan ukuran kuning telur karena perpindahan air dari albumen (putih telur) ke kuning telur sebagai akibat perbedaan tekanan osmosis.
Komposisi
pada telur ditunjukkan pada tabel berikut :
Dari
tabel di samping dapat diketahui bahwa putih telur tinggi akan protein,
sedangkan kuning telur tinggi akan lemak.
Bagian-bagian
telur :
1.
Kulit Telur
Terdiri dari empat bagian yaitu:
a. Lapisan cuticle atau bloom, merupakan bagian kulit yang paling
luar dan sangat tipis serta transparan yang terdiri dari protein.
b. Lapisan busa atau sponge layer dengan ketebalan 2/3 dari ketebalan
kulit dan mengandung kalsium. Tebalnya lapisan busa ini menyebabkan
karakteristik kulit telur yang mudah pecah.
c.
Lapisan mammilary merupakan lapisan
tipis yang bersinggungan dengan spongy layer dan lapisan membran luar.
d. Pori-pori, merupakan bagian yang memberikan tempat untuk
pergantian udara dalam cangkang. Karena kulit berpori inilah maka telur rentan
kontaminasi mikroorganisme.
2.
Putih Telur
Lebih Jauh Tentang Sifat
Fungsional Telur
Telur sebagai bahan pengental dan pembentuk gel
Pengemulsi
Bahan pengikat
Telur sebagai penjernih
Putih telur atau albumen merupakan cairan dengan kadar protein
10%. Komponen lain non protein hanya berjumlah kecil. Albumen bersifat cair
yang terdiri dari cairan kental dan cairan encer. Sebagian besar protein dalam
albumen adalah ovalbumin. Protein telur yang lain adalah conalbumin, ovomucoid,
ovomucin, lyzozyme (ovoglobulin G1), ovoglobulin G2, ovoglobulin G3, avidin,
ovoinhibitor dan cystain. Ovalbumin terdiri dari 385 residu asam amino yang
mudah terdenaturasi, misal dengan pengocokan. Lysozyme bersifat antimikrobia
yang dapat menghidrolisis dinding sel bakteri gram positif. Ovoinhibitor
bersifat menghambat aktivitas enzim protease seperti tripsin dan khimotripsin.
Avidin mempunyai kemampuan mengikat biotin.
3.
Kuning Telur
Kuning telur merupakan emulsi minyak dalam air yang
terdiri dari berat kering 50% dengan kompisisi berat kering lipid 65%, protein
31%, karbohidrat 4%, vitamin dan mineral. Komponen utama kuning telur adalah
Lowdencity Lipoprotein (LDL) 68%, Highdencity Lipoprotein (HDL) 16%, livetins
10% dan phosvitins 4%. Kuning telur terikat kuat pada khalaza untuk
mempertahankan keberadaannya tetap di tengah. Pada telur yang dipecahkan,
khalaza bergabung dengan kuning telur. Kuning telur tersusun dari lapisan yang
gelap dan terang yang bersifat konsentris atau melingkar.
Penggolongan Telur
Telur digolongkan berdasarkan ukuran dan kualitas. Berdasarkan
ukurannya, telur dibagi menjadi :
Sedangkan berdasarkan mutu, telur diklasifikasikan menjadi mutu
AA, A dan B. Faktor mutu yang dijadikan dasar penggolongan adalah kulit
(kebersihan dan bunyi), ukuran rongga udara, putih telur (kejernihan dan
kekompakan) serta kuning telur (batas yang jelas dan bebas dari cacat).
Untuk mutu telur utuh dapat dinilai secara candling, yaitu dengan
meletakkan telur dalam jalur sorotan sinar yang kuat sehingga memungkinkan
pemeriksaan bagian dalam dengan adanya penerangan. Metode candling memungkinkan penemuan keretakan pada
kulit telur, ukuran serta gerakan kuning telur, ukuran kantong udara,
bintik-bintik darah, bintik-bintik daging, kerusakan oleh mikroorganisme dan
pertumbuhan benih.
Sifat Penting
1. Koagulasi : putih telur mengalami
koagulasi pada suhu 62C, sedangkan kuning telur mengalami koagulasi pada suhu
65C. Semua protein telur terkoagulasi kecuali ovomucoid dan phosvitin. Pada
telur penyu, tinggi akan ovomucoid, hal ini menyebabkan telur penyu tetap cair
walaupun telah dilakukan perebusan. Tetap cairnya telur penyu setelah direbus
bukan berarti tidak matang. Telur telah matang, hanya komponennya yang tetap
cair.
2. Pembuihan : komponen telur yang dapat
mengalami pembuihan adalah putih telur dengan protein yang berperan penting
adalah ovomucin.
Pengocokan yang sangat kuat pada putih
telur akan menambahkan gelembung-gelembung udara sehingga terbentuk busa yang
akan mempertahankan strukturnya ketika dipanggang. Busa putih telur yang banyak
akan dapat diperoleh jika tidak ada lemak dalam campuran itu. Kuning telur
mengandung lemak atau lipida, sehingga pemisahan putih telur dari kuningnya
sangat penting. Mangkok atau alat lain dari plastik memiliki permukaan berpori
sehingga dimungkinkan mengandung lemak yang menempel meskipun telah dicuci.
Sedangkan permukaan gelas atau logam bebas lemak sehingga dapat menghasilkan
busa yang cukup banyak.
Busa adalah dispersi koloid dari gelembung gas yang terperangkap
dalam cairan. Untuk menghasilkan busa yang stabil diperlukan beberapa sifat
tertentu dari cairannya. Sebagai contoh cairan dengan viskositas tinggi akan
memfasilitasi terperangkapnya gelembung gas. Adanya surfaktan atau stabiliser
yang secara struktural akan berada pada permukaan gelembung gas juga akan
menambah kestabilan busanya. Tekanan uap yang rendah dari cairannya akan
menurunkan kemungkinan dari molekul-molekul cairan yang mengelilingi gelembung
untuk menguap dengan mudah yang dapat menyebabkan pecahnya busa.
Albumin dari putih telur adalah larutan protein yang akan langsung
berbusa jika dikocok. Hasil penelitian menyebutkan bahwa protein ovomusin,
ovoglobulin, dan konalbuminlah yang bertanggung jawab terhadap pembentukan
busa. Protein akan berada pada permukaan udara-air dari gelembung udara dan
mengalami denaturasi (unfold) untuk mendukung struktur busa.
Denaturasi lebih lanjut terjadi ketika pemanasan (pemanggangan) menyebabkan
koagulasi protein sehingga menghasilkan struktur yang lebih stabil. Penambahan
gula ketika pengocokan meningkatkan pembentukan busa karena sifat higroskopik
dari gula yang menyimpan air. Gugus hidroksil pada struktur gula akan membentuk
ikatan hidrogen dengan air. Akan tetapi gula akan memperlambat denaturasi. Oleh
karenanya pengocokan harus lebih kuat agar diperoleh busa yang sama banyak,
terutama jika penambahan gula terlalu dini pada pengocokan. Penambahan cream of
tartar (asam tartar) akan menurunkan pH larutan protein sehingga memfasilitasi
denaturasi dan koagulasi protein. Sedangkan lemak, jika ada, juga cenderung
berada pada permukaan udara-air dari gelembung udara. Akan tetapi berbeda dari
protein, lemak tidak terdenaturasi tetapi akan mengalami koagulasi. Sehingga
adanya lemak dalam campuran akan menurunkan kemampuan protein untuk mengalami
denaturasi dan menstabilkan busa.
Jadi… setelah baca ini jangan lupa kalau kita menginginkan busa
putih telur yang mengembang dengan baik dan stabil, pakailah mangkok gelas atau
logam ketika pengocokan.
Lebih Jauh Tentang Sifat
Fungsional Telur
Protein
utama pada putih telur adalah ovalbumin yang menyusun lebih dari setengahnya.
Conalbumin (ovotransferrin) merupakan protein putih telur terbesar kedua dengan
jumlah antara 11-12% yang membentuk ikatan dengan zat besi dan copper serta
ovomucoid. Protein lain dalam putih telur adalah globulin sebanyak 8%, lysozyme
kurang dari 4% dan ovomucin kurang dari 2%. Protein lain yaitu avidin berada
dalam jumlah kecil serta tidak diinginkan karena dapat mengikat biotin sehingga
membuatnya tidak tersedia untuk mikroorganisme.
Kuning
telur merupakan emulsi lemak dalam air yang mengandung 50% bahan kering.
Komposisi kuning telur terdiri dari air, lemak dan protein.
Sifat fungsional
telur
Sifat fungsional adalah sifat fisikokimia di luar sifat gizi yang memungkinkan
telur menyumbang karakteristik yang diinginkan pada makanan yang didasarkan
pada sifat komponen telur bila berinteraksi dengan komponen-komponen lain dalam
sistem pangan yang kompleks. Sifat fungsional telur di antaranya adalah sebagai
pengental, pembentuk buih, pengemulsi, dan sebagainya.
Pembentuk dan
penjaga kestabilan buih
Buih merupakan dispersi koloid dari fase gas dalam fase cair, yang dapat
terbentuk saat dikocok. Peran telur dalam membentuk dan menjaga kestabilan buih
terutama ditentukan oleh putih telur. Protein globulin mempunyai kemampuan
memudahkan terbentuknya buih, sementara kompleks ovomucin-lysozyme, ovalbumin
dan conalbumin mempunyai kemampuan membuih stabil saat dipanaskan. Fraksi
protein putih telur lainnya, seperti conalbumin, lysozyme, ovomucin dan
ovomucoid sendiri mempunyai kemampuan membuih yang sangat rendah, tetapi
interaksi antara lysozyme dan globulin mempunyai peranan penting dalam
pembentukan buih. Kemampuan globulin dalam membentuk buih ini juga membedakan
antara telur ayam dan telur itik. Telur itik mempunyai kadar globulin yang
rendah sehingga tidak bisa membentuk buih dengan baik, berbeda dengan telur
ayam yang mempunyai kadar globulin yang tinggi.
Proses pembentukan buih dimulai pada saat putih telur dikocok sehingga gelembung udara akan ditangkap oleh putih telur, dan terbentuklah buih. Selama pengocokan akan terjadi peningkatan dan penurunan ukuran dan jumlah gelembung udara. Daya buih merupakan ukuran kemampuan putih telur untuk membentuk buih jika dikocok dan biasanya dinyatakan dalam persentase terhadap volume putih telur. Buih yang baik memiliki daya sebesar 6-8 kali volume putih telur.
Daya buih putih telur akan mempengaruhi pengembangan adonan selama pemanasan. Kestabilan buih merupakan ukuran kemampuan struktur buih putih telur untuk bertahan kokoh atau tidak mencair selama waktu tertentu. Struktur buih yang stabil umumnya dihasilkan dari putih telur yang mempunyai elastisitas tinggi, sebaliknya volume buih yang tinggi diperoleh dari putih telur dengan elastisitas rendah. Elastisitas akan hilang jika putih telur terlalu banyak dikocok atau diregangkan seluas mungkin (Stadelman dan Cotterill, 1995).
Sifat pembentukan dan kestabilan buih berperan penting dalam adonan kue karena mempengaruhi kekokohan struktur kue yang dihasilkan. Pemanasan adonan kue mengakibatkan udara dalam sel memuai dan putih telur yang menyelubunginya meregang. Volume dan kestabilan buih yang bagus diperlukan agar kue yang dihasilkan mempunyai struktur dan tekstur yang bagus. Buih yang kurang stabil tidak dapat mendukung pengembangan kue secara maksimal.
Faktor yang mempengaruhi volume dan kestabilan buih adalah umur telur. Semakin lama umur telur, maka volume dan kestabilan buih putih telur ayam semakin menurun. Suhu telur juga mempengaruhi kemampuan putih telur dalam pembentukan buih. Telur yang disimpan pada suhu ruang mempunyai kemampuan membentuk buih dan tekstur lebih baik daripada telur yang didimpan pada refrigerator karena putih telur menjadi terlalu kental sehingga lebih sulit untuk dibuat buih.
Keberadaan lemak, meskipun dalam jumlah kecil juga akan mengganggu pembentukan buih dan menurunkan volume buih yang dihasilkan. Itulah sebabnya dalam pembuatan cake, putih telur dikocok terpisah dengan kuning telur, mentega atau sumber lemak yang lain agar menghasilkan volume pengembangan yang optimal. Penambahan gula diperlukan untuk menjaga kestabilan buih. Gula akan mengikat protein sehingga tidak terjadi pengendapan protein sehingga buih yang dihasilkan menjadi lebih stabil.
Proses pembentukan buih dimulai pada saat putih telur dikocok sehingga gelembung udara akan ditangkap oleh putih telur, dan terbentuklah buih. Selama pengocokan akan terjadi peningkatan dan penurunan ukuran dan jumlah gelembung udara. Daya buih merupakan ukuran kemampuan putih telur untuk membentuk buih jika dikocok dan biasanya dinyatakan dalam persentase terhadap volume putih telur. Buih yang baik memiliki daya sebesar 6-8 kali volume putih telur.
Daya buih putih telur akan mempengaruhi pengembangan adonan selama pemanasan. Kestabilan buih merupakan ukuran kemampuan struktur buih putih telur untuk bertahan kokoh atau tidak mencair selama waktu tertentu. Struktur buih yang stabil umumnya dihasilkan dari putih telur yang mempunyai elastisitas tinggi, sebaliknya volume buih yang tinggi diperoleh dari putih telur dengan elastisitas rendah. Elastisitas akan hilang jika putih telur terlalu banyak dikocok atau diregangkan seluas mungkin (Stadelman dan Cotterill, 1995).
Sifat pembentukan dan kestabilan buih berperan penting dalam adonan kue karena mempengaruhi kekokohan struktur kue yang dihasilkan. Pemanasan adonan kue mengakibatkan udara dalam sel memuai dan putih telur yang menyelubunginya meregang. Volume dan kestabilan buih yang bagus diperlukan agar kue yang dihasilkan mempunyai struktur dan tekstur yang bagus. Buih yang kurang stabil tidak dapat mendukung pengembangan kue secara maksimal.
Faktor yang mempengaruhi volume dan kestabilan buih adalah umur telur. Semakin lama umur telur, maka volume dan kestabilan buih putih telur ayam semakin menurun. Suhu telur juga mempengaruhi kemampuan putih telur dalam pembentukan buih. Telur yang disimpan pada suhu ruang mempunyai kemampuan membentuk buih dan tekstur lebih baik daripada telur yang didimpan pada refrigerator karena putih telur menjadi terlalu kental sehingga lebih sulit untuk dibuat buih.
Keberadaan lemak, meskipun dalam jumlah kecil juga akan mengganggu pembentukan buih dan menurunkan volume buih yang dihasilkan. Itulah sebabnya dalam pembuatan cake, putih telur dikocok terpisah dengan kuning telur, mentega atau sumber lemak yang lain agar menghasilkan volume pengembangan yang optimal. Penambahan gula diperlukan untuk menjaga kestabilan buih. Gula akan mengikat protein sehingga tidak terjadi pengendapan protein sehingga buih yang dihasilkan menjadi lebih stabil.
Telur sebagai bahan pengental dan pembentuk gel
Telur dapat digunakan sebagai senyawa pengental dan pembentuk gel karena
mengandung protein yang dapat terdenaturasi dengan adanya panas. Perubahan
komponen alami molekul protein karena pemanasan mengakibatkan terjadinya
penggumpalan protein atau pembentukan gel. Suhu terjadinya penggumpalan protein
dipengaruhi beberapa faktor seperti pH, adanya garam dan kecepatan kenaikan
suhu. Pemberian panas pada putih telur juga mengakibatkan perubahan telur dari
yang semula kental dan jernih menjadi keruh serta mempunyai sifat sebagai
padatan yang elastis. Kuning telur juga meningkat kekentalannya pada saat
dipanaskan, akan tetapi sensitivitas kuning telur terhadap pemanasan ini lebih
rendah dibandingkan dengan putih telur (Charley and Weaver, 1998).
Keberhasilan penggunaan telur sebagai bahan pengental dan pembentuk gel tergantung suhu dan waktu pemasakan. Penggunaan suhu yang terlalu tinggi dan waktu berlebihan mengakibatkan terjadinya pengendapan yang berlebihan. Hasil yang baik akan didapatkan dengan suhu pemanasan yang tinggi dalam waktu singkat. Salah satu produk pangan yang menggunakan telur sebagai pembentuk gel adalah pudding, sedangkan saus dan custard merupakan contoh produk yang menggunakan telur sebagai pengental.
Keberhasilan penggunaan telur sebagai bahan pengental dan pembentuk gel tergantung suhu dan waktu pemasakan. Penggunaan suhu yang terlalu tinggi dan waktu berlebihan mengakibatkan terjadinya pengendapan yang berlebihan. Hasil yang baik akan didapatkan dengan suhu pemanasan yang tinggi dalam waktu singkat. Salah satu produk pangan yang menggunakan telur sebagai pembentuk gel adalah pudding, sedangkan saus dan custard merupakan contoh produk yang menggunakan telur sebagai pengental.
Pengemulsi
Emulsi adalah suatu sistem yang terdiri dari dua fase cairan yang tidak saling
melarutkan, dimana salah satu cairan terdispersi dalam bentuk globula-globula
di dalam cairan lainnya. Cairan yang terpecah menjadi globula-globula dinamakan
fase terdispersi, sedangkan cairan yang mengelilingi globula-globula disebut
medium dispersi atau fase kontinyu. Agar diperoleh fase terdispersi dan medium
dispersi maka diperlukan emulsifier dan energi. Pada proses pembuatan emulsi
dibutuhkan jenis emulsifier yang cocok dengan tujuan untuk memperoleh tipe
emulsi yang diinginkan secara cepat dan ekonomis. Pada produk tepung dan pasta,
emulsifier berfungsi untuk memodifikasi tekstur yaitu dapat menghomogenkan
tepung dan mencegah penggumpalan sehingga adonan lebih konsisten dan seragam.
Komponen yang berfungsi sebagai pengemulsi pada telur terutama terdapat pada
kuning telur yaitu senyawa fosfolipid. Pada produk-produk jasa boga, kuning
telur merupakan pengemulsi yang mudah dicari dan baik. Peran kuning telur
sebagai pengemulsi ditentukan oleh kadar lesitin serta lipoprotein berdensitas
rendah yang terdapat pada plasma kuning telur. Contoh penggunaan telur sebagai
emulsifier adalah pada produk-produk cake, mayonnaise dan french dressing.
Bahan pengikat
Penggunaan bahan pengikat pada beberapa produk bertujuan untuk mengurangi
penyusutan pada waktu pengolahan, mempertahankan gizi, merangsang pembentukan
citarasa, meningkatkan daya mengikat air, memperbaiki sifat irisan dan
mengurangi biaya produksi. Telur sering digunakan sebagai bahan pengikat pada
produk olahan daging karena sifat adhesivitasnya sehingga dapat mengikat bahan
lain dan menghasilkan tekstur produk yang kompak. Meatball dan burger merupakan
dua contoh produk pangan yang menggunakan telur sebagai bahan pengikat.
Telur sebagai penjernih
Penjernihan merupakan tahap terakhir dalam pembuatan wine yang berperan penting
dalam kualitas wine yang dihasilkan. Warna, flavor dan aroma merupakan
indikator dalam tahap penjernihan. Kejernihan merupakan salah satu kriteria
kualitas yang diperlukan pada produk wine. Adanya partikel-partikel pada suspensi
tidak hanya mempengaruhi penampilan wine saja, tetapi juga mempengaruhi aroma.
Senyawa penjernih pada pembuatan wine digunakan untuk memperbaiki kejernihan,
warna, flavor dan stabilitas fisik. Albumin telur telah lama digunakan sebagai
senyawa penjernih untuk produk red wines. Albumin merupakan koloid alami yang
mempunyai muatan positif sehingga dapat mengikat muatan negatif tannin yang
menyebabkan kekeruhan dan flavor yang tidak diinginkan pada wine. Satu buah
putih telur segar terdiri dari 3 – 4 g senyawa aktif sebagai penjernih, dan
lebih baik dibandingkan putih telur beku.
Pada satu jenis produk pangan, telur dapat berperan pada lebih dari satu sifat fungsionalnya, sebagai contoh pada pembuatan biskuit. Penggunaan telur pada proses pembuatan biskuit akan meningkatkan dan memperkuat flavor, warna dan berfungsi sebagai pengemulsi. Telur juga memberi efek yang menguntungkan terhadap kerenyahan dan tekstur biskuit.
Bahan bacaan :
Pada satu jenis produk pangan, telur dapat berperan pada lebih dari satu sifat fungsionalnya, sebagai contoh pada pembuatan biskuit. Penggunaan telur pada proses pembuatan biskuit akan meningkatkan dan memperkuat flavor, warna dan berfungsi sebagai pengemulsi. Telur juga memberi efek yang menguntungkan terhadap kerenyahan dan tekstur biskuit.
Bahan bacaan :
Charley, H., Weaver. C. 1998. Foods: A Scientific Approach.
Prentice Hall. New Jersey.
Ikeme, A.I. 2008. Poly-Functional Egg: How can it be replaced?
Inaugural Lecture of the University of Nigeria.
Stadelman, W. J. dan O. J. Cotteril. 1995. Egg Science and Technology.
4th Ed. Food Product Press. Hawort Press, Inc., New York
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet and M. Wootton. 1985. Departemant of Education and Culture Directorate General of Higher Education. International Development Program of Australian Universites and Colleges